Description
Financial Study On Cost Of Equity Dan Cost Of Debt Dalam Keuangan Islam:- The cost of capital is a term used in the field of financial investment to refer to the cost of a company's funds (both debt and equity), or, from an investor's point of view "the shareholder's required return on a portfolio company's existing securities
1
Financial Study On Cost Of Equity Dan Cost Of Debt
Dalam Keuangan Islam
A. Pendahuluan
Secara historis peranan seorang manajer keuangan mengalami
perkembangan. Semula tugas manajer keuangan hanya sebatas pada proses
pembuatan dan pemeliharaan catatan yang bersangkutan dengan transaksi
keuangan: penyusunan laporan-laporan keuangan secara periodik. Situasi usaha
saat ini telah mengharuskan seorang manajer keuangan aktif turut menentukan
pengelolaan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan dalam artian luas.
Manajer keuangan selain menentukan jumlah dana yang dibutuhkan dan cara
memperoleh dana tersebut, juga harus menentukan pengalokasian pada berbagai
jenis aktiva. Selanjutnya adalah mengawasi pelaksanaan kegiatan atau usaha
pencarian (pembelanjaan pasif) dan pengalokasian dana (pembelanjaan aktif)
sehingga diperoleh suatu kombinasi sumber serta penggunaan dana/modal yang
seimbang dan efisien.
1
Perusahaan sebagai sebuah sistem terbuka pada dasarnya tujuan
perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan yang bersifat ideal dan
tujuan yang bersifat komersial. Bersifat ideal antara lain meningkatkan
kesejahteraan karyawan, memberi kesempatan kerja, memberikan
pelayanan/memenuhi kebutuhan kepada masyarakat, meningkatkan pendapatan
pemerintah melalui pajak dan tujuan lain. Tujuan kedua adalah bersifat komersial,
1
John Soeprihanto, Manajemen Modal Kerja (Yogyakarta: BPFE, 1997), hlm. 1.
2
antara lain memperoleh keuntungan maksimal dan dilanjutkan mengembangkan
usaha (ekspansi). Sebagai perusahaan yang terbuka maka setiap bagian harus
senantiasa berupaya memelihara serta mempertahankan efisiensi usaha secara
optimal. Khususnya untuk bagian keuangan, efisiensi yang optimal dapat
tercermin dalam tingkatan penilaian pihak masyarakat terhadap perusahaan yang
bersangkutan.
2
Berbicara mengenai ekuitas/modal (equity) dan hutang (debt) tidak bisa
dilepaskan pada teori-teori keuangan yang berkaitan dengan masalah tersebut,
terutama perhatian tersebut sering masuk dalam teori struktur modal. Struktur
modal (capital structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur
keuangan jangka panjang perusahaan.
3
Ada beberapa pokok-pokok penting yang
menjadi pembahasan atau keterkaitan mengenai biaya ekuitas dan biaya utang
terutama dalam teori struktur modal. Pada saat ini terdapat lima konsep teori
keuangan yang berkembang mengenai struktur modal, yaitu model Leverage
awal; model Miller-Modigliani (MM); Capital Asset Pricing Model (CAPM);
Arbitrage Price Theory (APT); dan model Gordon.
4
Model tersebut terdapat
penjasalan secara teoritik mengapa teori tersebut muncul, seperti dikemukakan
Zaenal bahwa teori struktur modal muncul dari teori agency cost/tax shield trade-
off model; pecking order hypothesis; signaling model of financial structure, teori
2
Ibid., hlm. 7.
3
Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal (Yogyakarta: Ekonisisa, 2005), hlm.
77.
4
Indra Setyawan dan Apriani Dorkas Rambu Atahau, “Cost of Capital Pada Bank
Syariah Mandiri Periode 2004-2008,” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.14. No.1 (Januari
2010), hlm. 145.
3
tersebut merupakan gagasan secara teoritik munculnya struktur modal.
5
Tujuan
teori tersebut adalah pertimbangan yang paling pokok perusahaan adalah
memaksimumkan kinerja dengan baik. Artinya kinerja perusahaan
memperlihatkan kemampuan perusahaan untuk memberikan keuntungan dari aset,
ekuitas, maupun hutang. Bisa dikatakan kinerja perusahaan merupakan prestasi
kerja perusahaan.
Sebuah perusahaan apabila produktifitasnya ingin tetap berlanjut haruslah
bisa mengelola keadaan keuangannya. Maka dari itu dibutuhkan kebijakan yang
berhubungan dengan dana atau sumber dana, agar produktifitas perusahaan tetap
berjalan. Kebijakan yang optimal sangat membantu perusahaan terutama pada
bagian biaya modal (cost of equity) dan biaya hutang (cost of debt) yang menjadi
sebuah keharusan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan dana yang
diperolehnya baik itu dari internal maupun pihak ekternal perusahaan.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas salah satu kebijakan
keuangan yang berkaitan dengan biaya modal dan biaya hutang dalam konsep
keuangan Islam. Baik itu dalam paparan teoritik maupun praktik serta mencari
konsep dalam keuangan Islam mengenai cara pandang beberapa pemikiran
melalui berbagai penelitian-penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat
mengambil suatu bentuk yang baku untuk dapat dipertimbangkan.
5
Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal, hlm. 80.
4
B. Gambaran Teori Struktur Modal
Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer (keuangan) dalam
kaitannya dengan kelangsungan operasional perusahaan adalah keputusan
pendanaan atau keputusan struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang
berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan saham biasa yang harus
digunakan oleh perusahaan. Dalam mencari sumber dana manajer keuangan
dihadapkan pada berbagai alternatif, yaitu memanfaatkan kredit perbankan,
perusahaan pembiayaan, melalui pasar modal dengan cara menerbitkan surat
berharga dalam bentuk saham atau obligasi (sukuk), dan akhir-akhir ini banyak
perusahaan publik yang menerbitkan commercial paper (surat pengakuan hutang
jangka pendek) dalam memenuhi kebutuhan dananya.
Oleh karena itu, manajer harus mampu menghimpun dana baik yang
bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien,
artinya keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan pendanaan yang
mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Biaya modal yang timbul dari keputusan pendanaan tersebut merupakan
konsekuensi yang secara langsung timbul dari keputusan yang dilakukan oleh
manajer. Ketika manajer menggunakan hutang, jelas biaya modal sebesar biaya
bunga yang dibebankan oleh kreditur, sedangkan jika manajer menggunakan dana
internal atau dana sendiri akan timbul opportunity cost dari dana atau modal
sendiri yang digunakan. Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat
akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang
selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan.
5
Keputusan struktur modal menurut Brigham & Houston secara langsung
berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta
besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan.
Keputusan struktur modal yang diambil oleh perusahaan tersebut tidak saja
berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap
risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko keuangan tersebut meliputi
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya dan
kemungkinan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan.
6
Dalam
kenyataannya seperti yang di kemukakan Suad Husnan, keputusan pembelanjaan
jangka panjang perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diataranya lokasi
distribusi keuntungan, stabilitas penjualan dan keuntungan, kebijakan dividen,
pengendalian (control), dan risiko kebangkrutan.
7
Kebijakan struktur modal secara umum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor fundamental atau internal perusahaan (seperti: struktur aktiva, ukuran
perusahaan, pertumbuhan, profitabilitas, risiko, kesempatan investasi) dan faktor
eksternal perusahaan (seperti: tingkat bunga, situasi politik, dan kondisi pasar
modal). Faktor-faktor dari luar perusahaan tidak dapat dikendalikan untuk
menentukan struktur modal yang optimal, dimana struktur modal yang optimal
adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan
pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Oleh karena itu,
6
Eugene F Brigham dan Joel F. Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga,
2001), hlm. 17.
7
Suad Husnan, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Pembelanjaan Perusahaan)
(Yogyakarta: Liberty, 1982), hlm. 262.
6
perusahaan perlu mengetahui faktor-faktor fundamental yang merupakan faktor
internal yang berpengaruh terhadap struktur modal.
8
Struktur modal (capital structure) merupakan pembiayaan permanen
perusahaan, terutama hutang jangka panjang, struktur modal dalam suatu
perusahaan dapat diukur dengan menghitung rasio total utang terhadap total
ekuitasnya (debt to equity ratio).
9
Menurut trade off theory yang dikemukakan
Fama (1978) manajer dapat memilih rasio utang untuk memaksimalkan nilai
perusahaan. Fama berpendapat bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga
pasar saham. Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tidak hanya dengan nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi
juga semua sumber keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen.
Fama dan French (1998) berpendapat bahwa optimalisasi nilai perusahaan
merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui fungsi manajemen keuangan
dan satu keputusan keuangan diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan
lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan. Nilai pasar perusahaan merupakan
nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang (Helfert,
1997). Dengan demikian, penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan
hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan.
10
8
Fitriah Soesan, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada
Perusahaan Asuransi Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 2001-2004,” Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (2006), hlm. 5.
9
Budi Anshari Nasution, “Pengaruh Struktur Modal, Biaya Ekuitas (Cost of Equity) dan
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Klasifikasi Perusahaan dan
Kepemilikan Asing Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Lembaga Keuangan Yang
Terdaftar di BEI,” Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara (2009), hlm. 3.
10
Ibid., hlm. 4.
7
Modigliani-Miller (MM) (1976) dalam Sartono melalui model adanya
pajak penghasilan terdapat adanya pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan
jika terdapat pajak perusahaan dan perseorangan. Dalam pendekatan MM kondisi
adanya pajak penghasilan perusahaan benar, maka nilai perusahaan akan
meningkat terus karena penggunaan hutang yang semakin besar. Tetapi harus
diketahui bahwa nilai sekarang financial distress dan nilai sekarang agency costs
dapat mengakibatkan turunnya nilai perusahaan yang memiliki leverage. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, struktur modal yang optimal dapat dicapai
dengan menyeimbangkan keuntungan perlindungan pajak dengan beban biaya
sebagai akibat penurunan hutang yang semakin besar.
11
Dari paparan di atas, ada beberapa teori yang terdapat dalam teori struktur
modal, diataranya adalah teori agesi (agency theory), teori signal (signaling
theory), trade-oof theory, pecking order theory, dan yang paling populer hingga
saat ini adalah teori dari Modigliani-Miller (MM).
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling
pada tahun 1976, manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai
pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas
kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen.
Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan
insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui
cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan
11
Agus Sartono, Manejemen Keuangan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: BPFE, 2001),
hlm. 242.
8
pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan
pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi.
Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz adalah biaya-biaya yang
berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa
manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual
perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut Horne dan
Wachowicz, salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang
menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan
tanggungan pemegang saham.
12
2. Teori Signal (Signaling Theory)
Teori signalling dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan keuangan untuk
memperhitungkan kenyataan bahwa orang-dalam (insiders) perusahaan pada
umumnya memiliki informasi yang lebih baik dan lebih cepat berkaitan
dengan kondisi mutakhir dan prospek perusahaan dibandingkan dengan
investor luar. Munculnya asymmetric information tersebut menyulitkan
investor dalam menilai obyektif berkaitan dengan kualitas perusahaan.
Munculnya masalah asymmetric information ini membuat investor secara
rata-rata memberikan penilaian yang lebih rendah terhadap semua saham
perusahaan. Dalam bahasa teori signalling, kecenderungan ini disebut pooling
equilibrium karena perusahaan berkualitas bagus dan perusahaan berkualitas
jelek dimasukkan dalam “pool” penilaian yang sama.
13
12
James Van Horne dan John M. Machowicz, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
(Jakarta: Salemba Empat: 1998), hlm. 482.
13
Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal, hlm. 11-12.
9
Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini
berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa prospek perusahaan tersebut lebih
baik daripada perusahaan lain. Informasi-informasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan akan menjadi daya tarik bagi para investor untuk membeli atau
menjual saham yang dipunyai, karena dengan kondisi keuangan yang baik
dimungkinkan dapat menaikkan harga saham perusahaan tersebut sehingga
informasi tersebut memberikan sinyal yang positif bagi pemegang saham.
Salah satu contoh perusahaan dapat memberikan sinyal kepada pihak
luar adalah dengan membayarkan dividen tunai dalam jumlah yang relatif
besar. Dividen yang besar memang akan mengurangi jumlah capital
expenditure sehingga pertumbuhan perusahaan mungkin akan terganggu
namun karena kinerja perusahaan bagus, perusahaan tetap dapat
menghasilkan laba bahkan masih tetap tumbuh.
Investor yang paham dan berpikir rasional akan memberi nilai yang
lebih tinggi pada perusahaan yang membagikan dividen besar dan memberi
nilai rendah pada perusahaan yang dividennya rendah atau dapat diistilahkan
dengan separating equilibrium. Selain dividen, keputusan manajer yang juga
dapat dijadikan sinyal bahwa perusahaan berkinerja baik adalah ketika
perusahaan memutuskan mengambil dana dari eksternal untuk membiayai
suatu proyek merupakan sinyal bahwa proyek tersebut memiliki nilai intrinsik
10
yang tinggi. Penambahan hutang baru juga dapat menjadi sinyal karena hanya
perusahaan yang prospek pendapatan relatif stabil yang berani menambah
hutang.
14
3. Trade Off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan
akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, di mana penghematan
pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan
keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial distress)
adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya
keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas
suatu perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang
optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan
(agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan asymmetric information sebagai
imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal
tercapai ketika penghematan pajak mencapai jumlah yang maksimal terhadap
biaya kesulitan keuangan. Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa
manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak
dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan berusaha mengurangi pajaknya
dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer
14
Tedy Herlambang dkk, Ekonomi Makro: Teori, Analisis, dan Kebijakan (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 1.
11
keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan
terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini
berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat
menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
15
4. Pecking Order Theory
Menurut Myers (1984) pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah,
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana
internal yang berlimpah.” Dalam teori ini tidak terdapat struktur modal yang
optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam
penggunaan dana. Menurut pecking order theory terdapat skenario urutan
(hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu:
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam
atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan
operasional perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih
pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas
15
Jurnal Sumber Daya Manusia, “Teori Struktur Modal,”http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/06/teori-struktur-modal.html, akses 22 Mei 2012.
12
hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham
biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh
seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya
kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan,
serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio
investasi yang lancar tersedia.
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal.
Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan
tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana
ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat
menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang
tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil. Dalam kenyataannya,
terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang
disebutkan dalam teori ini. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid
(1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di
negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada
berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan
pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih
13
untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada
saat membutuhkan pendanaan eksternal.
16
5. Teori Modigliani-Miller
a. Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori MM. Mereka
berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi
untuk membangun teori mereka, yaitu: tidak terdapat agency cost, tidak
ada pajak, investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang
sama dengan perusahaan, investor mempunyai informasi yang sama
seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan, tidak
ada biaya kebangkrutan, Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak
dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang, para investor adalah price-
takers, jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar
(market value).
Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi
yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak. Preposisi I: nilai dari
perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak
berhutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah struktur modal dari suatu
perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi
nilai perusahaan dan Weighted Average Cost Of Capital (WACC)
perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana
16
Ibid.
14
perusahaan memadukan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan.
Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan
melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity
bergantung pada risiko dari operasional perusahaan (business risk) dan
tingkat hutang perusahaan (financial risk).
Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM
tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang
atau pemegang saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar
yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada struktur
modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proporsi debt dan equity
yang digunakan untuk membiayai perusahaan.
b. Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM
memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada
pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa
digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai
pengurang pajak. Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua
preposisi yaitu: Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama
dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan
penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini
adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM
15
menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus
persen hutang.
Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin
meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal
saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang
semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan
hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah
(biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal
saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya
(meski biaya modal saham meningkat). Teori MM tersebut sangat
kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya
menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada
perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi
tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan
kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan
agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM
mengabaikan biaya kebangkrutan.
17
17
Ibid.
16
C. Konsep Biaya Modal (Cost of Equity) dan Biaya Hutang (Cost of Debt)
Modal adalah dana yang digunakan untuk membayai aktiva dan operasi
perusahaan. Modal terdiri dari hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba
ditahan. Perhitungan biaya penggunaan modal sangatlah penting, dengan alasan:
18
a. Memaksimalkan nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya
modal) diminimumkan.
b. Keputusan penggagaran modal (capital budgetting) memerlukan suatu
estimasi tentang biaya modal.
c. Keputusam-keputusan lain seperti leasing, modal kerja juga memerlukan
estimasi biaya modal.
Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena
dapat menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diproleh dari
investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi
sekurang-kurangnya sebesar biaya yang ditanggung maka investasi itu tidak perlu
dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang
akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa
biaya modal suatu perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
19
Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah rata-rata
tertimbang dari seluruh komponen modal (Weighted Cost of Capital atau WACC).
Namun tidak semua komponen modal diperhitungkan dalam menentukan WACC.
18
Blogely Ekonomi, “Biaya Modal,”http://blogelytekonomi.blogspot.com/2008/02/biaya-modal.html, akses 22 Mei 2012.
19
Ibid.
17
Hutang dagang (accounts payable) tidak dperhitungkan dalam perhitungan
WACC. Hutang wesel (notes payable) atau hutang jangka pendek yang berbunga
dimasukkan dalam perhitungan WACC hanya jika hutang tersebut merupakan
bagian dari pembelanjaan tetap perusahaan bukan merupakan pembelanjaan
sementara.
20
Pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan
unsur untuk menghitung WACC. Dengan demikian kita harus menghitung: 1)
Biaya hutang (cost of debt), 2) Biaya laba ditahan (cost of retained earning), 3)
Biaya saham biasa baru (cost of new common stock), dan 4) Biaya saham preferen
(cost of preferred stock). Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis
setelah pajak (after tax basis) karena arus kas setelah pajak adalah yang paling
relevan untuk keputusan investasi.
21
Adapun faktor-faktor yang menentukan biaya modal antara lain:
22
a. Keadaan-keadaan umum perekonomian. Faktor ini menentukan tingkat bebas
risiko atau tingkat hasil tanpa risiko.
b. Daya jual saham suatu perusahaan. Jika daya jual saham meningkat, tingkat
hasil minimum para investor akan turun dan biaya modal perusahaaan akan
rendah.
c. Keputusan-keputusan operasi dan pembiayaan yang dibuat manajemen. Jika
manajemen menyetujui penanaman modal berisiko tinggi atau memanfaatkan
utang dan saham khusus secara ekstensif, tingkat risiko perusahaan
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
18
bertambah. Para investor selanjutnya meminta tingkat hasil minimum yang
lebih tinggi sehingga biaya modal perusahaan meningkat pula.
d. Besarnya pembiayaan yang diperlukan. Permintaan modal dalam jumlah
besar akan meningkatkan biaya modal perusahaan.
Adapun yang menjadi asumsi-asumsi dari model biaya modal
diantaranya:
23
a. Risiko bisnis bersifat konstan. Risiko bisnis merupakan potensi tingkat
perubahan return atas suatu investasi. Tingkat risiko bisnis dalam suatu
perusahaan ditentukan dengan kebijakan manajemen investasi. Biaya modal
merupakan suatu kriteria investasi yang hanya tepat untuk suatu investasi
yang memiliki risiko bisnis setingkat dengan aktiva-aktiva yang telah ada.
b. Risiko keuangan bersifat konstan. Risiko keuangan didefinisikan sebagai
peningkatan variasi return atas saham umum karena bertambahnya
pemanfaatan sumber pemiayaan hutang dan saham istimewa. Biaya modal
dari sumber individual merupakan fungsi dari struktur keuangan berjalan.
c. Kebijakan dividen bersifat konstan. Asumsi ini diperlukan dalam menaksir
biaya modal yang berkenaan dengan kebijakan dividen perusahaan. Asumsi
ini menyatakan bahwa rasio pembayaran dividen (dividen/laba bersih) juga
konstan.
Pada dasarnya biaya ekuitas disini hanya mengacu pada tingkat
pengembalian yang merupakan hak investor atas investasinya di perusahaan
tertentu (Ross, 1998). Dalam subyek cost of capital secara keseluruhan, maka cost
23
Ibid.
19
of equity ini adalah yang paling sulit, karena tidak ada cara untuk mengamati atau
mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor.
Menurut Botosan (1997), biaya ekuitas dipengaruhi oleh tingkat disclosure, risiko
(BETA) dan nilai pasar ekuitas. Menurut Ross dalam menentukan cost of equity,
terdapat dua pendekatan, yaitu The Dividend Growth Model Approach dan The
SML (Security Market Line) Approach atau CAPM (Capital Asset Pricing
Models).
24
Leuz dan Verrecchia (2000) melakukan penelitian dengan sampel
penelitian perusahaan-perusahaan yang berada di Jerman. Pada awalnya Jerman
menggunakan standar disclosure berdasarkan German GAAP, di mana telah
dinyatakan tingkat disclosure-nya relatif rendah yang mengakibatkan tingginya
tingkat asimetri informasi. Kemudian, mereka tertarik untuk melakukan penelitian
apakah dengan penggunaan IAS atau US GAAP yang mempunyai tingkat
disclosure yang lebih tinggi, dapat menurunkan asimetri informasi, yang pada
akhirnya mengakibatkan rendahnya biaya modal. Hasilnya menyatakan bahwa
komitmen perusahaan untuk mempertinggi tingkat disclosure memberikan suatu
keuntungan ekonomi yang siginifikan, yaitu menurunkan biaya modal yang
timbul dari asimetri informasi.
25
Komalasari dan Baridwan (2001) melakukan penelitian yang mengambil
unsur asimetri informasi dalam mengukur biaya modal. Mereka menyimpulkan
bahwa sebaiknya perusahaan memberikan informasi yang akurat secara lebih baik
24
Juniarti, “Pengaruh Tingkat Disclosure Terhadap Biaya Ekuitas,” Jurnal Akuntansi
dan Keuangan, Vol.5. No.2 (November 2003), hlm. 154.
25
Ibid., hlm. 154.
20
karena semakin banyak disclosure yang dilakukan maka asimetri informasi yang
terjadi di pasar juga semakin kecil dan biaya modalnya juga semakin rendah.
26
Dhankar dan Boora (1996) menemukan adanya hubungan negatif antara
struktur modal dengan biaya ekuitas, penemuan ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa penurunan biaya ekuitas disebabkan oleh kenaikan rasio utang
dikarenakan biaya utang masih lebih kecil. Dalam peneltiannya mereka juga
menemukan tidak ada hubungan dan pengaruh yang signifikan struktur modal
terhadap nilai perusahaan secara khusus. Hal ini disebabkan nilai perusahaan
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya risiko reputasi, kondisi
ekonomi regional, kondisi politik dan kebijakan pemerintah.
27
Sementara itu biaya hutang dapat didefinisikan sebagai bagian yang harus
diterima dari suatu investasi agar tingkat hasil minimum para kreditor terpenuhi.
Jika perusahaan menggunakan obligasi sebagai sarana untuk memperoleh dana
dari hutang jangka panjang, maka biaya hutang adalah sama dengan Kd atau Yield
To Maturity (YTM) yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemegang atau
pembeli obligasi. Dalam menghitung WACC, yang relevan adalah biaya hutang
setelah pajak (after-tax cost debt). Biaya hutang dapat dicari dengan cara: Biaya
hutang sesudah pajak (Kd) = Biaya hutang sebelum pajak (Kd) x (1 - tingkat pajak
(t)).
28
26
Ibid.
27
Budi Anshari Nasution, “Pengaruh Struktur Modal,” hlm. 9.
28
Blogely Ekonomi, “Biaya Modal,” akses 22 Mei 2012.
21
D. Biaya Modal dan Hutang dalam Ekonomi Islam
Dalam menghitung beban biaya modal menurut Islam yang dikemukakan
oleh Vogel, adalah tidak sama dengan konsep dalam keuangan konvensional.
Perhitungan yang sering digunakan konvensional adalah dengan menimbang
masing-masing komponen modal yang digunakan oleh perusahaan menurut nilai
pasarnya. Hasil perimbangan ini kemudian dikalikan dengan biaya dari berbagai
sumber modal setelah di potong pajak. Karena jarangnya harga pasar yang dapat
diandalkan bagi sebagian besar komponen modal Islam, maka biasanya perlu
mengacu pada nilai buku komponen modal untuk mendapatkan timbangan yang
tepat. Langkah selanjutnya adalah mengaitkan biaya yang tepat bagi masing-
masing komponen modal tersebut.
29
Dalam teori biaya modal Islam yang dikemukakan oleh Vogel berpendapat
bahwa sebagian bisnis lebih berisiko daripada yang lain, dan dengan demikian
tentunya membutuhkan prospek laba tahunan yang lebih tinggi daripada laba
tahunan dari proyek yang memiliki risiko lebih rendah. Disamping itu, semakin
banyak “uang orang lain” (misalnya, hutang) yang digunakan, maka semakin
tinggi risiko kegagalan keuangannya. Hal ini juga meningkatkan keuntungan
modal minimal yang dapat diterima, yang dengan demikian akan mementukan
tarif diskonto yang lebih tinggi. Sejauh ini pemikir ekonomi Islam masih enggan
membolehkan komponen pengembalian investasi yang secara eksplisit dinamakan
sebagai imbangan bagi melemahnya daya beli. Mereka tidak mengakui adanya
29
Frank E. Vogel dan Samuel L Hayes III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan
Praktik (Bandung: Nusamedia, 2007), hlm. 256.
22
perbedaan antara tingkat pengembalian nominal dengan tingkat pengembalian
riil.
30
Dalam analisis keseimbangan terhadap kesepakatan pembagian laba Vogel
menjelaskannya dengan memberikan contoh sederhana. Bayangkan sebuah
kontrak bagi hasil mudharabah telah disetujui oleh para investor dan pengusaha.
Mari kita misalkan bahwa tersedia banyak proyek untuk investasi, dan banyak
investor yang ingin berinvestasi dalam sebuah proyek khusus yang ada. Investor
memiliki batas biaya kesempatan modal ekuitas lebih rendah, dan pengusaha
memiliki batas yang lebih tinggi dalam pembayaran modal. Pengusaha akan
menggunakan uang investor jika biaya modal tidak langsungnya kurang dari atau
sama dengan biaya yang ditanggung dari sumber lain. Investor akan berinvestasi
pada proyek tertentu jika pengembalian yang diharapkan lebih besar atau sama
dengan tingkat investasi alternatifnya yang disesuaikan risiko.
Sekalipun pengusaha memberikan informasi yang cukup tentang
prospeknya (misalnya, aneka tahap pelaksanaan dan konsekuensinya, dan
sebagainya) agar investor dapat mengambil keputusan yang matang, estimasi
kemungkinan yang diberikan pada hasil ini akan berbeda bagi investor dan
pengusaha akibat ketimpangan informasinya (pengusaha biasanya memiliki
informasi lebih baik). Oleh sebab itu, taksiran biaya modal pengusaha akan
berbeda dengan pengembalian yang diharapkan oleh investor. Kontrak bagi hasil
30
Ibid., 246.
23
hanya dapat diterima oleh kedua belah pihak jika syarat yang dinyatakan
sebelumnya dipenuhi.
31
Dalam memilih struktur modal yang tepat, Vogel menegaskan bahwa
struktur modal yang serba modal sendiri akan optimal jika tersedia dana modal
sendiri secukupnya. Diperkirakan modal sendiri menjadi solusi yang efisien dalam
konteks Islam jika alasan baku mengapa perusahaan pada umumnya lebih
menyukai dana hutang daripada modal sendiri (ekuitas). Hal ini termasuk juga
nilai perlindungan pajak yang disediakan melalui pembayaran bunga di sebgian
besar pendapatan, dan bunga pinjaman yang lebih murah. Dengan
mempertimbangkan tingginya biaya kemacetan atau kredit macet yang mengarah
pada kegagalan dan kemungkinan bangkut, perusahaan yang berkualitas rendah
akan menggunakan lebih sedikit hutang dalam struktur modalnya.
32
Dalam konteks Islam, alasan perlindungan pajak cukup lemah, yang
sebagian karena tidak adanya biaya bunga langsung (meskipun pembayaran sewa,
dengan bunga tidak langsungnya, tetap dapat dipotong) dan sebagian karena
sedikitnya pajak pendapatan yang dibayarkan di banyak negara Islam. Demikian
juga dengan prosepek kebangkurutan yang seharusnya tidak menyurutkan
semangat perusahaan Islam karena hukum Islam melarang penarikan beban
tambahan sebagai konsekuensi dari kegagalan (“kenaikan harga atas kenaikan
harga” tidak diperbolehkan). Namun, prospek kegagalan memang meningkatkan
31
Ibid., hlm. 251.
32
Ibid., hlm. 257.
24
risiko bagi pemberi penjaman dan secara logis tentunya tercermin dalam beban
bunga riil yang lebih tinggi yang dimasukkan ke dalam kontrak hutang Islam.
33
Diantara tujuan dagang yang terpenting ialah meraih laba, yang
merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran
modal dan pengopersiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam sangat
mendorong pendayagunaan harta/modal yang melarang menyimpannya sehingga
tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya
dalam aktivitas ekonomi.
Dalam Islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana telah
dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Pengertian laba dalam konsep Islam
ialah pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan
sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekpedisi dagang.
Dalam memperoleh laba dalam aktivitas bisnis diperlukan yang namanya
modal, baik itu bersumber dari modal sendiri maupun modal yang bersumber dari
hutang guna untuk membiayai aktivitas bisnis tersebut. Dalam ekonomi Islam
konsep modal sendiri diatur harus sesuai dengan yang dianjurkan oleh hukum
Islam. Artinya setiap penggunaan modal/hutang harus memiliki tujuan yang jelas
sesuai dengan prinsip syari’ah dengan tujuan untuk memaksimumkan maslahah
sehingga terciptanya falah.
Modal sangatlah penting, modal bisa menjadi jembatan penghubung antara
modal yang satu kepada modal yang berikutnya. Pentingnya modal dalam
kehidupan manusia ditunjukkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
33
Ibid.
25
=}))CNe +EELUg¯ OUNO gª4OE_O=¯-
¬;g` g7.=Og)4¯- 4×-gL4:^¯-4Ò
)OOgCE4·³^¯-4Ò jE4O·CL·³÷©^¯- ¬;g`
´UE--~.- gO·_g¼^¯-4Ò
÷^OEC^¯-4Ò gO4`·O=O÷©^¯-
´¦E¬u^·-4Ò g[¯OE·^¯-4Ò ¯ ¬Cg¯·O
÷744` jE_O4OE·^¯- 4Ou^O³¯- W
+.-4Ò +ÞE³4gN ·;¯ONO ´·4*E©^¯-
34
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa
yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah
kesenanagan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(surga)”
Dalam sistem ekonomi Islam modal diharuskan terus berkembang agar
sirkulasi uang tidak berhenti. Jika modal atau uang berhenti (ditimbun/stagnan)
maka harta itu tidak dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun
seandainya jika uang di investasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis
maka uang tersebut akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk
diantaranya jika ada bisnis berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja.
Pengembangan bisnis yang memerlukan modal dalam Islam harus
berorientasi syari’ah, sebagai pengendali agar bisnis itu tetap berada dijalur yang
benar sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kendali syari’ah aktivitas bisnis
dihrapkan bisa mencapai 4 hal utama, yaitu:
35
a. Target hasil: profit (materi) dan benefit (non materi). Benefit yang dimaksud
bukan hanya semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi bisa juga bersifat
non materi.
34
Ali Imran (3): 14
35
Futho, “Kode Etik Pengembangan Modal dalam Islam,”http://futho-
mystudy.blogspot.com/2011/08/kode-etik-pengembanagan-modal-dalam.html, akses 22 Mei 2012.
26
b. Pertumbuhan, artinya terus meningkat. Jika benefit telah diraih sesuai target,
perusahaan akan mengupayakan pertumbuhan atau kenaikan terus menerus
dari setiap profit.
c. Keberlangsungan, dalam kurun waktu selama mungkin. Belum sempurna
orientasi manajemen bila berhenti pada pencapaian target hasil dan
pertumbuhan. Karena itu perlu di upayakan terus agar mampu bertahan
selama mungkin.
d. Keberkahan atau keridhoan Allah. Faktor keberkahan dalam mencapai
keridhoan Allah adalah puncak kebahagiaan muslim.
E. Kesimpulan
Keputusan penting yang dihadapi oleh manajer dalam kaitannya dengan
kelangsungan operasional perusahaan adalah keputusan pendanaan atau keputusan
struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi
utang dan modal yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan pendanaan
tersebut merupakan keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya
modal yang harus ditanggung oleh perusahaan. Biaya modal yang timbul dari
keputusan pendanaan tersebut merupakan konsekuensi yang secara langsung
timbul dari keputusan yang dilakukan oleh manajer.
Keputusan struktur modal yang diambil oleh perusahaan berpengaruh
terhadap profitabilitas dan risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko
keuangan tersebut meliputi ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba yang
27
ditargetkan perusahaan. Faktor yang mempengaruhi keputusan pembelanjaan
perusahaan, diataranya lokasi distribusi keuntungan, stabilitas penjualan dan
keuntungan, kebijakan dividen, pengendalian, dan risiko kebangkrutan.
Biaya modal dan hutang merupakan konsep penting dalam analisis
investasi karena dapat menunjukkan tingkat minimum laba dan efektivitas
penggunaan dana investasi yang diproleh dari investasi tersebut. Jika investasi itu
tidak dapat menghasilkan laba investasi, maka investasi itu tidak perlu dilakukan.
Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan
dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya
modal suatu perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk
memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
28
Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal, Teori Keuangan dan Pasar Modal, Yogyakarta: Ekonisisa, 2005.
Blogely Ekonomi, “Biaya Modal,”http://blogelytekonomi.blogspot.com/2008/02/biaya-modal.html, akses
22 Mei 2012.
Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston, Manajemen Keuangan, Jakarta:
Erlangga, 2001.
Futho, “Kode Etik Pengembangan Modal dalam Islam,”http://futho-
mystudy.blogspot.com/2011/08/kode-etik-pengembanagan-modal-
dalam.html, akses tanggal 22 Mei 2012.
Herlambang, Tedy, dkk, Ekonomi Makro: Teori, Analisis, dan Kebijakan, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Horne, James Van dan John M. Machowicz, Prinsip-Prinsip Manajemen
Keuangan, Jakarta: Salemba Empat: 1998.
Husnan, Suad, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Pembelanjaan Perusahaan),
Yogyakarta: Liberty, 1982.
Juniarti, “Pengaruh Tingkat Disclosure Terhadap Biaya Ekuitas,” Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol.5. No.2 (November 2003
Jurnal Sumber Daya Manusia, “Teori Struktur Modal,”http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/06/teori-struktur-modal.html, akses 22 Mei
2012.
Nasution, Budi Anshari, “Pengaruh Struktur Modal, Biaya Ekuitas (Cost of
Equity) dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan dengan
Klasifikasi Perusahaan dan Kepemilikan Asing Sebagai Variabel
Moderating Pada Perusahaan Lembaga Keuangan yang Terdaftar di
BEI,” Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara (2009).
Sartono, Agus, Manejemen Keuangan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE,
2001.
Setyawan, Indra dan Apriani Dorkas Rambu Atahau, “Cost of Capital Pada Bank
Syariah Mandiri Periode 2004-2008,” Jurnal Keuangan dan Perbankan,
Volume.14. Nomor.1, Januari 2010.
Soeprihanto, John, Manajemen Modal Kerja, Yogyakarta: BPFE, 1997.
29
Soesan, Fitriah, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Pada Perusahaan Asuransi Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
Tahun 2001-2004,” Skripsi: Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia (2006).
Vogel, Frank E. dan Samuel L Hayes III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori
dan Praktik, Bandung: Nusamedia, 2007.
doc_119971566.docx
Financial Study On Cost Of Equity Dan Cost Of Debt Dalam Keuangan Islam:- The cost of capital is a term used in the field of financial investment to refer to the cost of a company's funds (both debt and equity), or, from an investor's point of view "the shareholder's required return on a portfolio company's existing securities
1
Financial Study On Cost Of Equity Dan Cost Of Debt
Dalam Keuangan Islam
A. Pendahuluan
Secara historis peranan seorang manajer keuangan mengalami
perkembangan. Semula tugas manajer keuangan hanya sebatas pada proses
pembuatan dan pemeliharaan catatan yang bersangkutan dengan transaksi
keuangan: penyusunan laporan-laporan keuangan secara periodik. Situasi usaha
saat ini telah mengharuskan seorang manajer keuangan aktif turut menentukan
pengelolaan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan dalam artian luas.
Manajer keuangan selain menentukan jumlah dana yang dibutuhkan dan cara
memperoleh dana tersebut, juga harus menentukan pengalokasian pada berbagai
jenis aktiva. Selanjutnya adalah mengawasi pelaksanaan kegiatan atau usaha
pencarian (pembelanjaan pasif) dan pengalokasian dana (pembelanjaan aktif)
sehingga diperoleh suatu kombinasi sumber serta penggunaan dana/modal yang
seimbang dan efisien.
1
Perusahaan sebagai sebuah sistem terbuka pada dasarnya tujuan
perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan yang bersifat ideal dan
tujuan yang bersifat komersial. Bersifat ideal antara lain meningkatkan
kesejahteraan karyawan, memberi kesempatan kerja, memberikan
pelayanan/memenuhi kebutuhan kepada masyarakat, meningkatkan pendapatan
pemerintah melalui pajak dan tujuan lain. Tujuan kedua adalah bersifat komersial,
1
John Soeprihanto, Manajemen Modal Kerja (Yogyakarta: BPFE, 1997), hlm. 1.
2
antara lain memperoleh keuntungan maksimal dan dilanjutkan mengembangkan
usaha (ekspansi). Sebagai perusahaan yang terbuka maka setiap bagian harus
senantiasa berupaya memelihara serta mempertahankan efisiensi usaha secara
optimal. Khususnya untuk bagian keuangan, efisiensi yang optimal dapat
tercermin dalam tingkatan penilaian pihak masyarakat terhadap perusahaan yang
bersangkutan.
2
Berbicara mengenai ekuitas/modal (equity) dan hutang (debt) tidak bisa
dilepaskan pada teori-teori keuangan yang berkaitan dengan masalah tersebut,
terutama perhatian tersebut sering masuk dalam teori struktur modal. Struktur
modal (capital structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur
keuangan jangka panjang perusahaan.
3
Ada beberapa pokok-pokok penting yang
menjadi pembahasan atau keterkaitan mengenai biaya ekuitas dan biaya utang
terutama dalam teori struktur modal. Pada saat ini terdapat lima konsep teori
keuangan yang berkembang mengenai struktur modal, yaitu model Leverage
awal; model Miller-Modigliani (MM); Capital Asset Pricing Model (CAPM);
Arbitrage Price Theory (APT); dan model Gordon.
4
Model tersebut terdapat
penjasalan secara teoritik mengapa teori tersebut muncul, seperti dikemukakan
Zaenal bahwa teori struktur modal muncul dari teori agency cost/tax shield trade-
off model; pecking order hypothesis; signaling model of financial structure, teori
2
Ibid., hlm. 7.
3
Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal (Yogyakarta: Ekonisisa, 2005), hlm.
77.
4
Indra Setyawan dan Apriani Dorkas Rambu Atahau, “Cost of Capital Pada Bank
Syariah Mandiri Periode 2004-2008,” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.14. No.1 (Januari
2010), hlm. 145.
3
tersebut merupakan gagasan secara teoritik munculnya struktur modal.
5
Tujuan
teori tersebut adalah pertimbangan yang paling pokok perusahaan adalah
memaksimumkan kinerja dengan baik. Artinya kinerja perusahaan
memperlihatkan kemampuan perusahaan untuk memberikan keuntungan dari aset,
ekuitas, maupun hutang. Bisa dikatakan kinerja perusahaan merupakan prestasi
kerja perusahaan.
Sebuah perusahaan apabila produktifitasnya ingin tetap berlanjut haruslah
bisa mengelola keadaan keuangannya. Maka dari itu dibutuhkan kebijakan yang
berhubungan dengan dana atau sumber dana, agar produktifitas perusahaan tetap
berjalan. Kebijakan yang optimal sangat membantu perusahaan terutama pada
bagian biaya modal (cost of equity) dan biaya hutang (cost of debt) yang menjadi
sebuah keharusan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan dana yang
diperolehnya baik itu dari internal maupun pihak ekternal perusahaan.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas salah satu kebijakan
keuangan yang berkaitan dengan biaya modal dan biaya hutang dalam konsep
keuangan Islam. Baik itu dalam paparan teoritik maupun praktik serta mencari
konsep dalam keuangan Islam mengenai cara pandang beberapa pemikiran
melalui berbagai penelitian-penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat
mengambil suatu bentuk yang baku untuk dapat dipertimbangkan.
5
Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal, hlm. 80.
4
B. Gambaran Teori Struktur Modal
Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer (keuangan) dalam
kaitannya dengan kelangsungan operasional perusahaan adalah keputusan
pendanaan atau keputusan struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang
berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan saham biasa yang harus
digunakan oleh perusahaan. Dalam mencari sumber dana manajer keuangan
dihadapkan pada berbagai alternatif, yaitu memanfaatkan kredit perbankan,
perusahaan pembiayaan, melalui pasar modal dengan cara menerbitkan surat
berharga dalam bentuk saham atau obligasi (sukuk), dan akhir-akhir ini banyak
perusahaan publik yang menerbitkan commercial paper (surat pengakuan hutang
jangka pendek) dalam memenuhi kebutuhan dananya.
Oleh karena itu, manajer harus mampu menghimpun dana baik yang
bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien,
artinya keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan pendanaan yang
mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Biaya modal yang timbul dari keputusan pendanaan tersebut merupakan
konsekuensi yang secara langsung timbul dari keputusan yang dilakukan oleh
manajer. Ketika manajer menggunakan hutang, jelas biaya modal sebesar biaya
bunga yang dibebankan oleh kreditur, sedangkan jika manajer menggunakan dana
internal atau dana sendiri akan timbul opportunity cost dari dana atau modal
sendiri yang digunakan. Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat
akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi, yang
selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan.
5
Keputusan struktur modal menurut Brigham & Houston secara langsung
berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta
besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan.
Keputusan struktur modal yang diambil oleh perusahaan tersebut tidak saja
berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap
risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko keuangan tersebut meliputi
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya dan
kemungkinan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan.
6
Dalam
kenyataannya seperti yang di kemukakan Suad Husnan, keputusan pembelanjaan
jangka panjang perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diataranya lokasi
distribusi keuntungan, stabilitas penjualan dan keuntungan, kebijakan dividen,
pengendalian (control), dan risiko kebangkrutan.
7
Kebijakan struktur modal secara umum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor fundamental atau internal perusahaan (seperti: struktur aktiva, ukuran
perusahaan, pertumbuhan, profitabilitas, risiko, kesempatan investasi) dan faktor
eksternal perusahaan (seperti: tingkat bunga, situasi politik, dan kondisi pasar
modal). Faktor-faktor dari luar perusahaan tidak dapat dikendalikan untuk
menentukan struktur modal yang optimal, dimana struktur modal yang optimal
adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan
pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Oleh karena itu,
6
Eugene F Brigham dan Joel F. Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga,
2001), hlm. 17.
7
Suad Husnan, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Pembelanjaan Perusahaan)
(Yogyakarta: Liberty, 1982), hlm. 262.
6
perusahaan perlu mengetahui faktor-faktor fundamental yang merupakan faktor
internal yang berpengaruh terhadap struktur modal.
8
Struktur modal (capital structure) merupakan pembiayaan permanen
perusahaan, terutama hutang jangka panjang, struktur modal dalam suatu
perusahaan dapat diukur dengan menghitung rasio total utang terhadap total
ekuitasnya (debt to equity ratio).
9
Menurut trade off theory yang dikemukakan
Fama (1978) manajer dapat memilih rasio utang untuk memaksimalkan nilai
perusahaan. Fama berpendapat bahwa nilai perusahaan akan tercermin dari harga
pasar saham. Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tidak hanya dengan nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi
juga semua sumber keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen.
Fama dan French (1998) berpendapat bahwa optimalisasi nilai perusahaan
merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui fungsi manajemen keuangan
dan satu keputusan keuangan diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan
lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan. Nilai pasar perusahaan merupakan
nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang (Helfert,
1997). Dengan demikian, penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan
hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan.
10
8
Fitriah Soesan, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada
Perusahaan Asuransi Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 2001-2004,” Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (2006), hlm. 5.
9
Budi Anshari Nasution, “Pengaruh Struktur Modal, Biaya Ekuitas (Cost of Equity) dan
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Klasifikasi Perusahaan dan
Kepemilikan Asing Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Lembaga Keuangan Yang
Terdaftar di BEI,” Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara (2009), hlm. 3.
10
Ibid., hlm. 4.
7
Modigliani-Miller (MM) (1976) dalam Sartono melalui model adanya
pajak penghasilan terdapat adanya pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan
jika terdapat pajak perusahaan dan perseorangan. Dalam pendekatan MM kondisi
adanya pajak penghasilan perusahaan benar, maka nilai perusahaan akan
meningkat terus karena penggunaan hutang yang semakin besar. Tetapi harus
diketahui bahwa nilai sekarang financial distress dan nilai sekarang agency costs
dapat mengakibatkan turunnya nilai perusahaan yang memiliki leverage. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, struktur modal yang optimal dapat dicapai
dengan menyeimbangkan keuntungan perlindungan pajak dengan beban biaya
sebagai akibat penurunan hutang yang semakin besar.
11
Dari paparan di atas, ada beberapa teori yang terdapat dalam teori struktur
modal, diataranya adalah teori agesi (agency theory), teori signal (signaling
theory), trade-oof theory, pecking order theory, dan yang paling populer hingga
saat ini adalah teori dari Modigliani-Miller (MM).
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling
pada tahun 1976, manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai
pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas
kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen.
Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan
insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui
cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan
11
Agus Sartono, Manejemen Keuangan: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: BPFE, 2001),
hlm. 242.
8
pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan
pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi.
Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz adalah biaya-biaya yang
berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa
manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual
perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut Horne dan
Wachowicz, salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang
menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan
tanggungan pemegang saham.
12
2. Teori Signal (Signaling Theory)
Teori signalling dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan keuangan untuk
memperhitungkan kenyataan bahwa orang-dalam (insiders) perusahaan pada
umumnya memiliki informasi yang lebih baik dan lebih cepat berkaitan
dengan kondisi mutakhir dan prospek perusahaan dibandingkan dengan
investor luar. Munculnya asymmetric information tersebut menyulitkan
investor dalam menilai obyektif berkaitan dengan kualitas perusahaan.
Munculnya masalah asymmetric information ini membuat investor secara
rata-rata memberikan penilaian yang lebih rendah terhadap semua saham
perusahaan. Dalam bahasa teori signalling, kecenderungan ini disebut pooling
equilibrium karena perusahaan berkualitas bagus dan perusahaan berkualitas
jelek dimasukkan dalam “pool” penilaian yang sama.
13
12
James Van Horne dan John M. Machowicz, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
(Jakarta: Salemba Empat: 1998), hlm. 482.
13
Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal, hlm. 11-12.
9
Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini
berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa prospek perusahaan tersebut lebih
baik daripada perusahaan lain. Informasi-informasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan akan menjadi daya tarik bagi para investor untuk membeli atau
menjual saham yang dipunyai, karena dengan kondisi keuangan yang baik
dimungkinkan dapat menaikkan harga saham perusahaan tersebut sehingga
informasi tersebut memberikan sinyal yang positif bagi pemegang saham.
Salah satu contoh perusahaan dapat memberikan sinyal kepada pihak
luar adalah dengan membayarkan dividen tunai dalam jumlah yang relatif
besar. Dividen yang besar memang akan mengurangi jumlah capital
expenditure sehingga pertumbuhan perusahaan mungkin akan terganggu
namun karena kinerja perusahaan bagus, perusahaan tetap dapat
menghasilkan laba bahkan masih tetap tumbuh.
Investor yang paham dan berpikir rasional akan memberi nilai yang
lebih tinggi pada perusahaan yang membagikan dividen besar dan memberi
nilai rendah pada perusahaan yang dividennya rendah atau dapat diistilahkan
dengan separating equilibrium. Selain dividen, keputusan manajer yang juga
dapat dijadikan sinyal bahwa perusahaan berkinerja baik adalah ketika
perusahaan memutuskan mengambil dana dari eksternal untuk membiayai
suatu proyek merupakan sinyal bahwa proyek tersebut memiliki nilai intrinsik
10
yang tinggi. Penambahan hutang baru juga dapat menjadi sinyal karena hanya
perusahaan yang prospek pendapatan relatif stabil yang berani menambah
hutang.
14
3. Trade Off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan
akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, di mana penghematan
pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan
keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial distress)
adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya
keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas
suatu perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang
optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan
(agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan asymmetric information sebagai
imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal
tercapai ketika penghematan pajak mencapai jumlah yang maksimal terhadap
biaya kesulitan keuangan. Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa
manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak
dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan berusaha mengurangi pajaknya
dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer
14
Tedy Herlambang dkk, Ekonomi Makro: Teori, Analisis, dan Kebijakan (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 1.
11
keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan
terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini
berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat
menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
15
4. Pecking Order Theory
Menurut Myers (1984) pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah,
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana
internal yang berlimpah.” Dalam teori ini tidak terdapat struktur modal yang
optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam
penggunaan dana. Menurut pecking order theory terdapat skenario urutan
(hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu:
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam
atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan
operasional perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih
pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas
15
Jurnal Sumber Daya Manusia, “Teori Struktur Modal,”http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/06/teori-struktur-modal.html, akses 22 Mei 2012.
12
hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham
biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh
seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya
kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan,
serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio
investasi yang lancar tersedia.
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal.
Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan
tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana
ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat
menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang
tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil. Dalam kenyataannya,
terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang
disebutkan dalam teori ini. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid
(1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di
negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada
berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan
pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih
13
untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada
saat membutuhkan pendanaan eksternal.
16
5. Teori Modigliani-Miller
a. Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori MM. Mereka
berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi
untuk membangun teori mereka, yaitu: tidak terdapat agency cost, tidak
ada pajak, investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang
sama dengan perusahaan, investor mempunyai informasi yang sama
seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan, tidak
ada biaya kebangkrutan, Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak
dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang, para investor adalah price-
takers, jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar
(market value).
Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi
yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak. Preposisi I: nilai dari
perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak
berhutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah struktur modal dari suatu
perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi
nilai perusahaan dan Weighted Average Cost Of Capital (WACC)
perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana
16
Ibid.
14
perusahaan memadukan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan.
Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan
melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity
bergantung pada risiko dari operasional perusahaan (business risk) dan
tingkat hutang perusahaan (financial risk).
Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM
tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang
atau pemegang saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar
yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada struktur
modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proporsi debt dan equity
yang digunakan untuk membiayai perusahaan.
b. Teori MM dengan pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM
memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada
pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa
digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai
pengurang pajak. Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua
preposisi yaitu: Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama
dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan
penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini
adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM
15
menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus
persen hutang.
Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin
meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal
saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang
semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan
hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah
(biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal
saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya
(meski biaya modal saham meningkat). Teori MM tersebut sangat
kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya
menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada
perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi
tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan
kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan
agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM
mengabaikan biaya kebangkrutan.
17
17
Ibid.
16
C. Konsep Biaya Modal (Cost of Equity) dan Biaya Hutang (Cost of Debt)
Modal adalah dana yang digunakan untuk membayai aktiva dan operasi
perusahaan. Modal terdiri dari hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba
ditahan. Perhitungan biaya penggunaan modal sangatlah penting, dengan alasan:
18
a. Memaksimalkan nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya
modal) diminimumkan.
b. Keputusan penggagaran modal (capital budgetting) memerlukan suatu
estimasi tentang biaya modal.
c. Keputusam-keputusan lain seperti leasing, modal kerja juga memerlukan
estimasi biaya modal.
Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena
dapat menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diproleh dari
investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi
sekurang-kurangnya sebesar biaya yang ditanggung maka investasi itu tidak perlu
dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang
akan dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa
biaya modal suatu perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
19
Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah rata-rata
tertimbang dari seluruh komponen modal (Weighted Cost of Capital atau WACC).
Namun tidak semua komponen modal diperhitungkan dalam menentukan WACC.
18
Blogely Ekonomi, “Biaya Modal,”http://blogelytekonomi.blogspot.com/2008/02/biaya-modal.html, akses 22 Mei 2012.
19
Ibid.
17
Hutang dagang (accounts payable) tidak dperhitungkan dalam perhitungan
WACC. Hutang wesel (notes payable) atau hutang jangka pendek yang berbunga
dimasukkan dalam perhitungan WACC hanya jika hutang tersebut merupakan
bagian dari pembelanjaan tetap perusahaan bukan merupakan pembelanjaan
sementara.
20
Pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan
unsur untuk menghitung WACC. Dengan demikian kita harus menghitung: 1)
Biaya hutang (cost of debt), 2) Biaya laba ditahan (cost of retained earning), 3)
Biaya saham biasa baru (cost of new common stock), dan 4) Biaya saham preferen
(cost of preferred stock). Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis
setelah pajak (after tax basis) karena arus kas setelah pajak adalah yang paling
relevan untuk keputusan investasi.
21
Adapun faktor-faktor yang menentukan biaya modal antara lain:
22
a. Keadaan-keadaan umum perekonomian. Faktor ini menentukan tingkat bebas
risiko atau tingkat hasil tanpa risiko.
b. Daya jual saham suatu perusahaan. Jika daya jual saham meningkat, tingkat
hasil minimum para investor akan turun dan biaya modal perusahaaan akan
rendah.
c. Keputusan-keputusan operasi dan pembiayaan yang dibuat manajemen. Jika
manajemen menyetujui penanaman modal berisiko tinggi atau memanfaatkan
utang dan saham khusus secara ekstensif, tingkat risiko perusahaan
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
18
bertambah. Para investor selanjutnya meminta tingkat hasil minimum yang
lebih tinggi sehingga biaya modal perusahaan meningkat pula.
d. Besarnya pembiayaan yang diperlukan. Permintaan modal dalam jumlah
besar akan meningkatkan biaya modal perusahaan.
Adapun yang menjadi asumsi-asumsi dari model biaya modal
diantaranya:
23
a. Risiko bisnis bersifat konstan. Risiko bisnis merupakan potensi tingkat
perubahan return atas suatu investasi. Tingkat risiko bisnis dalam suatu
perusahaan ditentukan dengan kebijakan manajemen investasi. Biaya modal
merupakan suatu kriteria investasi yang hanya tepat untuk suatu investasi
yang memiliki risiko bisnis setingkat dengan aktiva-aktiva yang telah ada.
b. Risiko keuangan bersifat konstan. Risiko keuangan didefinisikan sebagai
peningkatan variasi return atas saham umum karena bertambahnya
pemanfaatan sumber pemiayaan hutang dan saham istimewa. Biaya modal
dari sumber individual merupakan fungsi dari struktur keuangan berjalan.
c. Kebijakan dividen bersifat konstan. Asumsi ini diperlukan dalam menaksir
biaya modal yang berkenaan dengan kebijakan dividen perusahaan. Asumsi
ini menyatakan bahwa rasio pembayaran dividen (dividen/laba bersih) juga
konstan.
Pada dasarnya biaya ekuitas disini hanya mengacu pada tingkat
pengembalian yang merupakan hak investor atas investasinya di perusahaan
tertentu (Ross, 1998). Dalam subyek cost of capital secara keseluruhan, maka cost
23
Ibid.
19
of equity ini adalah yang paling sulit, karena tidak ada cara untuk mengamati atau
mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor.
Menurut Botosan (1997), biaya ekuitas dipengaruhi oleh tingkat disclosure, risiko
(BETA) dan nilai pasar ekuitas. Menurut Ross dalam menentukan cost of equity,
terdapat dua pendekatan, yaitu The Dividend Growth Model Approach dan The
SML (Security Market Line) Approach atau CAPM (Capital Asset Pricing
Models).
24
Leuz dan Verrecchia (2000) melakukan penelitian dengan sampel
penelitian perusahaan-perusahaan yang berada di Jerman. Pada awalnya Jerman
menggunakan standar disclosure berdasarkan German GAAP, di mana telah
dinyatakan tingkat disclosure-nya relatif rendah yang mengakibatkan tingginya
tingkat asimetri informasi. Kemudian, mereka tertarik untuk melakukan penelitian
apakah dengan penggunaan IAS atau US GAAP yang mempunyai tingkat
disclosure yang lebih tinggi, dapat menurunkan asimetri informasi, yang pada
akhirnya mengakibatkan rendahnya biaya modal. Hasilnya menyatakan bahwa
komitmen perusahaan untuk mempertinggi tingkat disclosure memberikan suatu
keuntungan ekonomi yang siginifikan, yaitu menurunkan biaya modal yang
timbul dari asimetri informasi.
25
Komalasari dan Baridwan (2001) melakukan penelitian yang mengambil
unsur asimetri informasi dalam mengukur biaya modal. Mereka menyimpulkan
bahwa sebaiknya perusahaan memberikan informasi yang akurat secara lebih baik
24
Juniarti, “Pengaruh Tingkat Disclosure Terhadap Biaya Ekuitas,” Jurnal Akuntansi
dan Keuangan, Vol.5. No.2 (November 2003), hlm. 154.
25
Ibid., hlm. 154.
20
karena semakin banyak disclosure yang dilakukan maka asimetri informasi yang
terjadi di pasar juga semakin kecil dan biaya modalnya juga semakin rendah.
26
Dhankar dan Boora (1996) menemukan adanya hubungan negatif antara
struktur modal dengan biaya ekuitas, penemuan ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa penurunan biaya ekuitas disebabkan oleh kenaikan rasio utang
dikarenakan biaya utang masih lebih kecil. Dalam peneltiannya mereka juga
menemukan tidak ada hubungan dan pengaruh yang signifikan struktur modal
terhadap nilai perusahaan secara khusus. Hal ini disebabkan nilai perusahaan
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya risiko reputasi, kondisi
ekonomi regional, kondisi politik dan kebijakan pemerintah.
27
Sementara itu biaya hutang dapat didefinisikan sebagai bagian yang harus
diterima dari suatu investasi agar tingkat hasil minimum para kreditor terpenuhi.
Jika perusahaan menggunakan obligasi sebagai sarana untuk memperoleh dana
dari hutang jangka panjang, maka biaya hutang adalah sama dengan Kd atau Yield
To Maturity (YTM) yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemegang atau
pembeli obligasi. Dalam menghitung WACC, yang relevan adalah biaya hutang
setelah pajak (after-tax cost debt). Biaya hutang dapat dicari dengan cara: Biaya
hutang sesudah pajak (Kd) = Biaya hutang sebelum pajak (Kd) x (1 - tingkat pajak
(t)).
28
26
Ibid.
27
Budi Anshari Nasution, “Pengaruh Struktur Modal,” hlm. 9.
28
Blogely Ekonomi, “Biaya Modal,” akses 22 Mei 2012.
21
D. Biaya Modal dan Hutang dalam Ekonomi Islam
Dalam menghitung beban biaya modal menurut Islam yang dikemukakan
oleh Vogel, adalah tidak sama dengan konsep dalam keuangan konvensional.
Perhitungan yang sering digunakan konvensional adalah dengan menimbang
masing-masing komponen modal yang digunakan oleh perusahaan menurut nilai
pasarnya. Hasil perimbangan ini kemudian dikalikan dengan biaya dari berbagai
sumber modal setelah di potong pajak. Karena jarangnya harga pasar yang dapat
diandalkan bagi sebagian besar komponen modal Islam, maka biasanya perlu
mengacu pada nilai buku komponen modal untuk mendapatkan timbangan yang
tepat. Langkah selanjutnya adalah mengaitkan biaya yang tepat bagi masing-
masing komponen modal tersebut.
29
Dalam teori biaya modal Islam yang dikemukakan oleh Vogel berpendapat
bahwa sebagian bisnis lebih berisiko daripada yang lain, dan dengan demikian
tentunya membutuhkan prospek laba tahunan yang lebih tinggi daripada laba
tahunan dari proyek yang memiliki risiko lebih rendah. Disamping itu, semakin
banyak “uang orang lain” (misalnya, hutang) yang digunakan, maka semakin
tinggi risiko kegagalan keuangannya. Hal ini juga meningkatkan keuntungan
modal minimal yang dapat diterima, yang dengan demikian akan mementukan
tarif diskonto yang lebih tinggi. Sejauh ini pemikir ekonomi Islam masih enggan
membolehkan komponen pengembalian investasi yang secara eksplisit dinamakan
sebagai imbangan bagi melemahnya daya beli. Mereka tidak mengakui adanya
29
Frank E. Vogel dan Samuel L Hayes III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan
Praktik (Bandung: Nusamedia, 2007), hlm. 256.
22
perbedaan antara tingkat pengembalian nominal dengan tingkat pengembalian
riil.
30
Dalam analisis keseimbangan terhadap kesepakatan pembagian laba Vogel
menjelaskannya dengan memberikan contoh sederhana. Bayangkan sebuah
kontrak bagi hasil mudharabah telah disetujui oleh para investor dan pengusaha.
Mari kita misalkan bahwa tersedia banyak proyek untuk investasi, dan banyak
investor yang ingin berinvestasi dalam sebuah proyek khusus yang ada. Investor
memiliki batas biaya kesempatan modal ekuitas lebih rendah, dan pengusaha
memiliki batas yang lebih tinggi dalam pembayaran modal. Pengusaha akan
menggunakan uang investor jika biaya modal tidak langsungnya kurang dari atau
sama dengan biaya yang ditanggung dari sumber lain. Investor akan berinvestasi
pada proyek tertentu jika pengembalian yang diharapkan lebih besar atau sama
dengan tingkat investasi alternatifnya yang disesuaikan risiko.
Sekalipun pengusaha memberikan informasi yang cukup tentang
prospeknya (misalnya, aneka tahap pelaksanaan dan konsekuensinya, dan
sebagainya) agar investor dapat mengambil keputusan yang matang, estimasi
kemungkinan yang diberikan pada hasil ini akan berbeda bagi investor dan
pengusaha akibat ketimpangan informasinya (pengusaha biasanya memiliki
informasi lebih baik). Oleh sebab itu, taksiran biaya modal pengusaha akan
berbeda dengan pengembalian yang diharapkan oleh investor. Kontrak bagi hasil
30
Ibid., 246.
23
hanya dapat diterima oleh kedua belah pihak jika syarat yang dinyatakan
sebelumnya dipenuhi.
31
Dalam memilih struktur modal yang tepat, Vogel menegaskan bahwa
struktur modal yang serba modal sendiri akan optimal jika tersedia dana modal
sendiri secukupnya. Diperkirakan modal sendiri menjadi solusi yang efisien dalam
konteks Islam jika alasan baku mengapa perusahaan pada umumnya lebih
menyukai dana hutang daripada modal sendiri (ekuitas). Hal ini termasuk juga
nilai perlindungan pajak yang disediakan melalui pembayaran bunga di sebgian
besar pendapatan, dan bunga pinjaman yang lebih murah. Dengan
mempertimbangkan tingginya biaya kemacetan atau kredit macet yang mengarah
pada kegagalan dan kemungkinan bangkut, perusahaan yang berkualitas rendah
akan menggunakan lebih sedikit hutang dalam struktur modalnya.
32
Dalam konteks Islam, alasan perlindungan pajak cukup lemah, yang
sebagian karena tidak adanya biaya bunga langsung (meskipun pembayaran sewa,
dengan bunga tidak langsungnya, tetap dapat dipotong) dan sebagian karena
sedikitnya pajak pendapatan yang dibayarkan di banyak negara Islam. Demikian
juga dengan prosepek kebangkurutan yang seharusnya tidak menyurutkan
semangat perusahaan Islam karena hukum Islam melarang penarikan beban
tambahan sebagai konsekuensi dari kegagalan (“kenaikan harga atas kenaikan
harga” tidak diperbolehkan). Namun, prospek kegagalan memang meningkatkan
31
Ibid., hlm. 251.
32
Ibid., hlm. 257.
24
risiko bagi pemberi penjaman dan secara logis tentunya tercermin dalam beban
bunga riil yang lebih tinggi yang dimasukkan ke dalam kontrak hutang Islam.
33
Diantara tujuan dagang yang terpenting ialah meraih laba, yang
merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran
modal dan pengopersiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam sangat
mendorong pendayagunaan harta/modal yang melarang menyimpannya sehingga
tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya
dalam aktivitas ekonomi.
Dalam Islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana telah
dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Pengertian laba dalam konsep Islam
ialah pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan
sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekpedisi dagang.
Dalam memperoleh laba dalam aktivitas bisnis diperlukan yang namanya
modal, baik itu bersumber dari modal sendiri maupun modal yang bersumber dari
hutang guna untuk membiayai aktivitas bisnis tersebut. Dalam ekonomi Islam
konsep modal sendiri diatur harus sesuai dengan yang dianjurkan oleh hukum
Islam. Artinya setiap penggunaan modal/hutang harus memiliki tujuan yang jelas
sesuai dengan prinsip syari’ah dengan tujuan untuk memaksimumkan maslahah
sehingga terciptanya falah.
Modal sangatlah penting, modal bisa menjadi jembatan penghubung antara
modal yang satu kepada modal yang berikutnya. Pentingnya modal dalam
kehidupan manusia ditunjukkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
33
Ibid.
25
=}))CNe +EELUg¯ OUNO gª4OE_O=¯-
¬;g` g7.=Og)4¯- 4×-gL4:^¯-4Ò
)OOgCE4·³^¯-4Ò jE4O·CL·³÷©^¯- ¬;g`
´UE--~.- gO·_g¼^¯-4Ò
÷^OEC^¯-4Ò gO4`·O=O÷©^¯-
´¦E¬u^·-4Ò g[¯OE·^¯-4Ò ¯ ¬Cg¯·O
÷744` jE_O4OE·^¯- 4Ou^O³¯- W
+.-4Ò +ÞE³4gN ·;¯ONO ´·4*E©^¯-
34
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa
yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah
kesenanagan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(surga)”
Dalam sistem ekonomi Islam modal diharuskan terus berkembang agar
sirkulasi uang tidak berhenti. Jika modal atau uang berhenti (ditimbun/stagnan)
maka harta itu tidak dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun
seandainya jika uang di investasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis
maka uang tersebut akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk
diantaranya jika ada bisnis berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja.
Pengembangan bisnis yang memerlukan modal dalam Islam harus
berorientasi syari’ah, sebagai pengendali agar bisnis itu tetap berada dijalur yang
benar sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kendali syari’ah aktivitas bisnis
dihrapkan bisa mencapai 4 hal utama, yaitu:
35
a. Target hasil: profit (materi) dan benefit (non materi). Benefit yang dimaksud
bukan hanya semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi bisa juga bersifat
non materi.
34
Ali Imran (3): 14
35
Futho, “Kode Etik Pengembangan Modal dalam Islam,”http://futho-
mystudy.blogspot.com/2011/08/kode-etik-pengembanagan-modal-dalam.html, akses 22 Mei 2012.
26
b. Pertumbuhan, artinya terus meningkat. Jika benefit telah diraih sesuai target,
perusahaan akan mengupayakan pertumbuhan atau kenaikan terus menerus
dari setiap profit.
c. Keberlangsungan, dalam kurun waktu selama mungkin. Belum sempurna
orientasi manajemen bila berhenti pada pencapaian target hasil dan
pertumbuhan. Karena itu perlu di upayakan terus agar mampu bertahan
selama mungkin.
d. Keberkahan atau keridhoan Allah. Faktor keberkahan dalam mencapai
keridhoan Allah adalah puncak kebahagiaan muslim.
E. Kesimpulan
Keputusan penting yang dihadapi oleh manajer dalam kaitannya dengan
kelangsungan operasional perusahaan adalah keputusan pendanaan atau keputusan
struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi
utang dan modal yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan pendanaan
tersebut merupakan keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya
modal yang harus ditanggung oleh perusahaan. Biaya modal yang timbul dari
keputusan pendanaan tersebut merupakan konsekuensi yang secara langsung
timbul dari keputusan yang dilakukan oleh manajer.
Keputusan struktur modal yang diambil oleh perusahaan berpengaruh
terhadap profitabilitas dan risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko
keuangan tersebut meliputi ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba yang
27
ditargetkan perusahaan. Faktor yang mempengaruhi keputusan pembelanjaan
perusahaan, diataranya lokasi distribusi keuntungan, stabilitas penjualan dan
keuntungan, kebijakan dividen, pengendalian, dan risiko kebangkrutan.
Biaya modal dan hutang merupakan konsep penting dalam analisis
investasi karena dapat menunjukkan tingkat minimum laba dan efektivitas
penggunaan dana investasi yang diproleh dari investasi tersebut. Jika investasi itu
tidak dapat menghasilkan laba investasi, maka investasi itu tidak perlu dilakukan.
Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan
dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya
modal suatu perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk
memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
28
Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal, Teori Keuangan dan Pasar Modal, Yogyakarta: Ekonisisa, 2005.
Blogely Ekonomi, “Biaya Modal,”http://blogelytekonomi.blogspot.com/2008/02/biaya-modal.html, akses
22 Mei 2012.
Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston, Manajemen Keuangan, Jakarta:
Erlangga, 2001.
Futho, “Kode Etik Pengembangan Modal dalam Islam,”http://futho-
mystudy.blogspot.com/2011/08/kode-etik-pengembanagan-modal-
dalam.html, akses tanggal 22 Mei 2012.
Herlambang, Tedy, dkk, Ekonomi Makro: Teori, Analisis, dan Kebijakan, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Horne, James Van dan John M. Machowicz, Prinsip-Prinsip Manajemen
Keuangan, Jakarta: Salemba Empat: 1998.
Husnan, Suad, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Pembelanjaan Perusahaan),
Yogyakarta: Liberty, 1982.
Juniarti, “Pengaruh Tingkat Disclosure Terhadap Biaya Ekuitas,” Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol.5. No.2 (November 2003
Jurnal Sumber Daya Manusia, “Teori Struktur Modal,”http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/06/teori-struktur-modal.html, akses 22 Mei
2012.
Nasution, Budi Anshari, “Pengaruh Struktur Modal, Biaya Ekuitas (Cost of
Equity) dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan dengan
Klasifikasi Perusahaan dan Kepemilikan Asing Sebagai Variabel
Moderating Pada Perusahaan Lembaga Keuangan yang Terdaftar di
BEI,” Tesis Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara (2009).
Sartono, Agus, Manejemen Keuangan: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: BPFE,
2001.
Setyawan, Indra dan Apriani Dorkas Rambu Atahau, “Cost of Capital Pada Bank
Syariah Mandiri Periode 2004-2008,” Jurnal Keuangan dan Perbankan,
Volume.14. Nomor.1, Januari 2010.
Soeprihanto, John, Manajemen Modal Kerja, Yogyakarta: BPFE, 1997.
29
Soesan, Fitriah, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Pada Perusahaan Asuransi Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
Tahun 2001-2004,” Skripsi: Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia (2006).
Vogel, Frank E. dan Samuel L Hayes III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori
dan Praktik, Bandung: Nusamedia, 2007.
doc_119971566.docx