1.2.6 Peningkatan status pangan dan gizi masyarakat
1.2.6.1 Kondisi umum
Gizi merupakan salah satu masalah utama di Indonesia terutama pada kelompok rentan
yakni ibu dan anak. Status gizi masyarakat yang masih rendah berkaitan erat dengan status
pangan. Status gizi yang masih rendah ini dipengaruhi oleh faktor perilaku konsumsi
pangan masyarakat yang mencakup pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menerapkan pola pangan keluarga. Sementara itu, kondisi keamanan pangan masih
memprihatinkan. Tingginya masalah gizi juga berkaitan dengan faktor sosial budaya, antara
lain kesadaran individu dan keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
termasuk sadar gizi dalam hal pemberian ASI eksklusif dan asupan gizi seimbang. Upaya
penanganan permasalahan gizi ini memerlukan koordinasi lintas bidang, lintas sektor,
lintas program, lintas pelaku, dan lintas kementerian/lembaga (K/L). Seluruh pihak terkait
perlu terlibat dalam perbaikan gizi secara terpadu, efisien, berdampak luas dalam upaya
koordinasi antara jaringan (net-workings), serta perlunya gerakan yang memungkinkan
berbagai pemangku kepentingan bekerjasama dan berkontribusi secara
berkesinambungan.
1.2.6.2 Permasalahan dan sasaran
Sasaran kebijakan lintas bidang peningkatan status gizi masyarakat pada tahun 2014,
antara lain :
(i) meningkatnya status gizi masyarakat dengan fokus utama pada perbaikan status
gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan dimulai dari masa kehamilan hingga
anak berusia 2 tahun yang ditandai dengan penurunan prevalensi kekurangan
gizi pada anak balita menjadi kurang dari 15 persen dan penurunan prevalensi
stunting pada balita menjadi sebesar 32 persen
(ii) meningkatnya akses pangan yang ditandai dengan peningkatan konsumsi
asupan kalori sebesar 2.000 Kkal/hari
(iii) meningkatnya mutu dan keamanan pangan yang ditunjukkan dengan adanya
penurunan persentase makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya
atau dilarang menjadi sebesar 10 persen
(iv) meningkatnya PHBS yang diwujudkan dengan adanya peningkatan persentase
rumah tangga yang melakukan PHBS menjadi 70 persen
(v) menguatnya kelembagaan pangan dan gizi yang ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah kecamatan dengan tenaga PPL pertanian yang telah
mengikuti pelatihan pangan dan gizi menjadi 10.000 desa 2.000 kecamatan.
1.2.6.3 Kebijakan dan strategi
Kebijakan peningkatan status pangan dan gizi masyarakat dilakukan melalui :
1. Intervensi kegiatan gizi langsung yaitu tindakan atau kegiatan yang ditujukan untuk
menangani masalah gizi dan pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan mencakup :
a. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita, melalui : (i) peningkatan persentase ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan antenatal (cakupan kunjungan kehamilan ke empat (K4)); (ii)
peningkatan cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1); (iii) peningkatan cakupan
pelayanan kesehatan bayi dan cakupan pelayanan kesehatan balita; serta (iv) perluasan
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi pelayanan kesehatan primer di Puskesmas.
b. Peningkatan pembinaan gizi masyarakat meliputi : (i) peningkatan pemantauan
pertumbuhan balita secara rutin; (ii) peningkatan Puskesmas mampu melaksanakan tata-
laksana gizi buruk; (iii) pemberian makanan tambahan dan mikronutrien bagi ibu hamil,
bayi, dan balita; (iv) peningkatan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi.
2. Intervensi kegiatan gizi tidak langsung yaitu tindakan atau kegiatan pembangunan di luar
sector kesehatan yang berperan penting dalam perbaikan gizi masyarakat mencakup :
a. Penyediaan air bersih dan sanitasi melalui investasi pembangunan infrastruktur air
bersih di perkotaan dan perdesaan serta perkampungan kumuh.
b. Perluasan Cakupan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan
Ibu Bersalin (Jampersal) dengan menjangkau seluruh lapisan masyarakat tidak mampu.
c. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan melalui peningkatan
persentase rumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
d. Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan keamanan
pangan segar dilakukan, melalui : (i) keragaman pangan olahan dengan tambahan unsur
gizi dan berbasis sumber pangan lokal; (ii) pemerataan distribusi dan aksesibilitas pangan
olahan; (iii) pemberdayaan masyarakat dalam percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan; (iv) kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang dan aman; (v) peran kelembagaan keamanan pangan; dan (vi)
Peningkatan Fortifikasi Pangan.
e. Peningkatan pengawasan pangan, melalui : (i) peningkatan pengawasan produk dan
bahan berbahaya; (ii) peningkatan jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan
makanan yang diperiksa (dihitung dari sekitar 150.000); (iii) peningkatan jumlah produk
Obat dan Makanan yang disampel dan diuji (dihitung dari sekitar 1 juta produk beredar);
(iv) peningkatan persentase penyelesaian tindak lanjut informasi jejaring nasional, regional
dan internasional terkait rapid alert dan response permasalahan keamanan makanan
(dihitung dari jumlah informasi yang masuk dalam jejaring), serta (v) peningkatan
persentase pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang memenuhi persyaratan keamanan,
mutu, dan gizi.
f. Peningkatan Pendidikan gizi masyarakat dan penyediaan layanan PAUD yang mencakup
peningkatan pengetahuan dan kecakapan keorangtuaan (parenting education).
g. Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi, mencakup: (i) pengembangan kebijakan,
strategi, dan materi informasi kualitas hidup ibu, bayi dan anak (KHIBA) dan pencegahan
masalah kesehatan reproduksi (PMKR) yang dapat dioperasionalkan; dan (ii) fasilitasi
pembinaan kelangsungan hidup ibu, balita, dan anak serta PMKR; dan (iii) Peningkatan
intervensi gizi untuk remaja perempuan.
h. Pembinaan Keluarga Balita dan Anak, mencakup : (i) pengembangan kebijakan, strategi
dan materi pembinaan ketahanan keluarga balita dan anak yang dapat dilaksanakan; (ii)
peningkatan pemahaman keluarga yang memiliki balita dan anak dalam melaksanakan
pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang balita dan anak; dan (iii) peningkatan sarana
dan prasarana pembinaan ketahanan keluarga balita dan anak.
i. Penguatan kelembagaan gizi melalui : (i) peningkatan kemitraan dan kerjasama multi-
sektor dalam bidang pangan dan gizi; dan (ii) peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan
di bidang gizi yang memadai; dan (iii) penguatan lembaga pangan dan gizi termasuk
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM).
1.2.7 Percepatan pencapaian sasaran MDGs
1.2.7.1 Kondisi umum
Upaya pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus memenuhi
komitmen global. Untuk mempercepat pencapaian sasaran MDGs telah ditetapkan Instruksi
Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Sampai
dengan tahun 2011, beberapa sasaran MDGs telah dicapai, sebagian besar akan dapat
dicapai pada tahun 2015, sedangkan sebagian lagi memerlukan upaya keras untuk dapat
mencapainya.
1.2.7.2 Permasalahan dan sasaran
Pembangunan percepatan pencapaian MDGs terutama diarahkan untuk mencapai beberapa
sasaran yang masih memerlukan upaya keras yaitu:
(i) Tujuan MDG 1, yaitu menurunkan persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan nasional
(ii) Tujuan MDG 5, yaitu menurunkan hingga tiga perempatnya angka kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup
(iii) Tujuan MDG 6, yaitu mengendalikan prevalensi HIV/AIDS, meningkatkan
penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi dan meningkatkan
proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif
tentang HIV/AIDS
(iv) Tujuan MDG 7, yaitu meningkatkan rasio luas kawasan tertutup pepohonan
terhadap luas daratan, menurunkan jumlah emisi CO2, serta meningkatkan
proporsi rumah tangga terhadap air minum layak dan sanitasi layak
(v) Tujuan MDG 8, yaitu meningkatkan proporsi rumah tangga dengan akses
internet dan yang memiliki komputer pribadi.
1.2.7.3 Strategi dan kebijakan
Berdasarkan permasalahan di atas, kebijakan percepatan pencapaian sasaran MDGs
diarahkan pada:
(i) mempertahankan sasaran MDGs yang telah dicapai
(ii) meningkatkan upaya untuk menjamin tercapainya sasaran MDGs
(iii) melakukan upaya keras untuk mencapai sasaran MDGs yang perlu perhatian
khusus.
Salah satu strategi untuk mencapai sasaran MDGs pada tahun 2015 sebagaimana ditetapkan
dalam Inpres No. 3 Tahun 2010 adalah dengan meningkatkan dukungan bagi daerah
melalui penyediaan pembiayaan untuk percepatan pencapaian MDGs dalam bentuk
pemberian insentif MDGs kepada daerah, baik insentif fiskal maupun non-fiskal. Pemberian
insentif MDGs kepada daerah tersebut dimaksudkan untuk memberikan penghargaan
kepada Provinsi yang menunjukkan komitmen dan kinerja pencapaian MDGs yang baik.
Insentif non-fiskal berupa penghargaan akan diberikan pada saat pelaksanaan
Musyarawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), sedangkan insentif
fiskal yang diberikan akan digunakan oleh Provinsi untuk:
(i) melaksanakan program-program percepatan pencapaian MDGs khususnya
indikator yang capaiannya masih berada dibawah rata-rata nasional
(ii) membantu kabupaten/kota yang kinerja pencapaian MDGs berada dibawah rata-
rata provinsi
(iii) memperkuat sistem database MDGs di provinsi dan kabupaten/kota
(iv) memperkuat koordinasi perencanaan dan penganggaran MDGs di provinsi dan
kabupaten/kota
(v) memperkuat pelaksanaan pemantauan dan evaluasi MDGs di provinsi dan
kabupaten/kota
(vi) memperkuat dan memperluas informasi terkait MDGs melalui komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) kepada para pemangku kepentingan utama di
daerah.
doc_964569435.docx
1.2.6.1 Kondisi umum
Gizi merupakan salah satu masalah utama di Indonesia terutama pada kelompok rentan
yakni ibu dan anak. Status gizi masyarakat yang masih rendah berkaitan erat dengan status
pangan. Status gizi yang masih rendah ini dipengaruhi oleh faktor perilaku konsumsi
pangan masyarakat yang mencakup pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menerapkan pola pangan keluarga. Sementara itu, kondisi keamanan pangan masih
memprihatinkan. Tingginya masalah gizi juga berkaitan dengan faktor sosial budaya, antara
lain kesadaran individu dan keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
termasuk sadar gizi dalam hal pemberian ASI eksklusif dan asupan gizi seimbang. Upaya
penanganan permasalahan gizi ini memerlukan koordinasi lintas bidang, lintas sektor,
lintas program, lintas pelaku, dan lintas kementerian/lembaga (K/L). Seluruh pihak terkait
perlu terlibat dalam perbaikan gizi secara terpadu, efisien, berdampak luas dalam upaya
koordinasi antara jaringan (net-workings), serta perlunya gerakan yang memungkinkan
berbagai pemangku kepentingan bekerjasama dan berkontribusi secara
berkesinambungan.
1.2.6.2 Permasalahan dan sasaran
Sasaran kebijakan lintas bidang peningkatan status gizi masyarakat pada tahun 2014,
antara lain :
(i) meningkatnya status gizi masyarakat dengan fokus utama pada perbaikan status
gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan dimulai dari masa kehamilan hingga
anak berusia 2 tahun yang ditandai dengan penurunan prevalensi kekurangan
gizi pada anak balita menjadi kurang dari 15 persen dan penurunan prevalensi
stunting pada balita menjadi sebesar 32 persen
(ii) meningkatnya akses pangan yang ditandai dengan peningkatan konsumsi
asupan kalori sebesar 2.000 Kkal/hari
(iii) meningkatnya mutu dan keamanan pangan yang ditunjukkan dengan adanya
penurunan persentase makanan yang mengandung cemaran bahan berbahaya
atau dilarang menjadi sebesar 10 persen
(iv) meningkatnya PHBS yang diwujudkan dengan adanya peningkatan persentase
rumah tangga yang melakukan PHBS menjadi 70 persen
(v) menguatnya kelembagaan pangan dan gizi yang ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah kecamatan dengan tenaga PPL pertanian yang telah
mengikuti pelatihan pangan dan gizi menjadi 10.000 desa 2.000 kecamatan.
1.2.6.3 Kebijakan dan strategi
Kebijakan peningkatan status pangan dan gizi masyarakat dilakukan melalui :
1. Intervensi kegiatan gizi langsung yaitu tindakan atau kegiatan yang ditujukan untuk
menangani masalah gizi dan pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan mencakup :
a. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita, melalui : (i) peningkatan persentase ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan antenatal (cakupan kunjungan kehamilan ke empat (K4)); (ii)
peningkatan cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1); (iii) peningkatan cakupan
pelayanan kesehatan bayi dan cakupan pelayanan kesehatan balita; serta (iv) perluasan
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi pelayanan kesehatan primer di Puskesmas.
b. Peningkatan pembinaan gizi masyarakat meliputi : (i) peningkatan pemantauan
pertumbuhan balita secara rutin; (ii) peningkatan Puskesmas mampu melaksanakan tata-
laksana gizi buruk; (iii) pemberian makanan tambahan dan mikronutrien bagi ibu hamil,
bayi, dan balita; (iv) peningkatan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi.
2. Intervensi kegiatan gizi tidak langsung yaitu tindakan atau kegiatan pembangunan di luar
sector kesehatan yang berperan penting dalam perbaikan gizi masyarakat mencakup :
a. Penyediaan air bersih dan sanitasi melalui investasi pembangunan infrastruktur air
bersih di perkotaan dan perdesaan serta perkampungan kumuh.
b. Perluasan Cakupan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan
Ibu Bersalin (Jampersal) dengan menjangkau seluruh lapisan masyarakat tidak mampu.
c. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan melalui peningkatan
persentase rumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
d. Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan keamanan
pangan segar dilakukan, melalui : (i) keragaman pangan olahan dengan tambahan unsur
gizi dan berbasis sumber pangan lokal; (ii) pemerataan distribusi dan aksesibilitas pangan
olahan; (iii) pemberdayaan masyarakat dalam percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan; (iv) kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang dan aman; (v) peran kelembagaan keamanan pangan; dan (vi)
Peningkatan Fortifikasi Pangan.
e. Peningkatan pengawasan pangan, melalui : (i) peningkatan pengawasan produk dan
bahan berbahaya; (ii) peningkatan jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan
makanan yang diperiksa (dihitung dari sekitar 150.000); (iii) peningkatan jumlah produk
Obat dan Makanan yang disampel dan diuji (dihitung dari sekitar 1 juta produk beredar);
(iv) peningkatan persentase penyelesaian tindak lanjut informasi jejaring nasional, regional
dan internasional terkait rapid alert dan response permasalahan keamanan makanan
(dihitung dari jumlah informasi yang masuk dalam jejaring), serta (v) peningkatan
persentase pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang memenuhi persyaratan keamanan,
mutu, dan gizi.
f. Peningkatan Pendidikan gizi masyarakat dan penyediaan layanan PAUD yang mencakup
peningkatan pengetahuan dan kecakapan keorangtuaan (parenting education).
g. Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi, mencakup: (i) pengembangan kebijakan,
strategi, dan materi informasi kualitas hidup ibu, bayi dan anak (KHIBA) dan pencegahan
masalah kesehatan reproduksi (PMKR) yang dapat dioperasionalkan; dan (ii) fasilitasi
pembinaan kelangsungan hidup ibu, balita, dan anak serta PMKR; dan (iii) Peningkatan
intervensi gizi untuk remaja perempuan.
h. Pembinaan Keluarga Balita dan Anak, mencakup : (i) pengembangan kebijakan, strategi
dan materi pembinaan ketahanan keluarga balita dan anak yang dapat dilaksanakan; (ii)
peningkatan pemahaman keluarga yang memiliki balita dan anak dalam melaksanakan
pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang balita dan anak; dan (iii) peningkatan sarana
dan prasarana pembinaan ketahanan keluarga balita dan anak.
i. Penguatan kelembagaan gizi melalui : (i) peningkatan kemitraan dan kerjasama multi-
sektor dalam bidang pangan dan gizi; dan (ii) peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan
di bidang gizi yang memadai; dan (iii) penguatan lembaga pangan dan gizi termasuk
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM).
1.2.7 Percepatan pencapaian sasaran MDGs
1.2.7.1 Kondisi umum
Upaya pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus memenuhi
komitmen global. Untuk mempercepat pencapaian sasaran MDGs telah ditetapkan Instruksi
Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Sampai
dengan tahun 2011, beberapa sasaran MDGs telah dicapai, sebagian besar akan dapat
dicapai pada tahun 2015, sedangkan sebagian lagi memerlukan upaya keras untuk dapat
mencapainya.
1.2.7.2 Permasalahan dan sasaran
Pembangunan percepatan pencapaian MDGs terutama diarahkan untuk mencapai beberapa
sasaran yang masih memerlukan upaya keras yaitu:
(i) Tujuan MDG 1, yaitu menurunkan persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan nasional
(ii) Tujuan MDG 5, yaitu menurunkan hingga tiga perempatnya angka kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup
(iii) Tujuan MDG 6, yaitu mengendalikan prevalensi HIV/AIDS, meningkatkan
penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi dan meningkatkan
proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif
tentang HIV/AIDS
(iv) Tujuan MDG 7, yaitu meningkatkan rasio luas kawasan tertutup pepohonan
terhadap luas daratan, menurunkan jumlah emisi CO2, serta meningkatkan
proporsi rumah tangga terhadap air minum layak dan sanitasi layak
(v) Tujuan MDG 8, yaitu meningkatkan proporsi rumah tangga dengan akses
internet dan yang memiliki komputer pribadi.
1.2.7.3 Strategi dan kebijakan
Berdasarkan permasalahan di atas, kebijakan percepatan pencapaian sasaran MDGs
diarahkan pada:
(i) mempertahankan sasaran MDGs yang telah dicapai
(ii) meningkatkan upaya untuk menjamin tercapainya sasaran MDGs
(iii) melakukan upaya keras untuk mencapai sasaran MDGs yang perlu perhatian
khusus.
Salah satu strategi untuk mencapai sasaran MDGs pada tahun 2015 sebagaimana ditetapkan
dalam Inpres No. 3 Tahun 2010 adalah dengan meningkatkan dukungan bagi daerah
melalui penyediaan pembiayaan untuk percepatan pencapaian MDGs dalam bentuk
pemberian insentif MDGs kepada daerah, baik insentif fiskal maupun non-fiskal. Pemberian
insentif MDGs kepada daerah tersebut dimaksudkan untuk memberikan penghargaan
kepada Provinsi yang menunjukkan komitmen dan kinerja pencapaian MDGs yang baik.
Insentif non-fiskal berupa penghargaan akan diberikan pada saat pelaksanaan
Musyarawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), sedangkan insentif
fiskal yang diberikan akan digunakan oleh Provinsi untuk:
(i) melaksanakan program-program percepatan pencapaian MDGs khususnya
indikator yang capaiannya masih berada dibawah rata-rata nasional
(ii) membantu kabupaten/kota yang kinerja pencapaian MDGs berada dibawah rata-
rata provinsi
(iii) memperkuat sistem database MDGs di provinsi dan kabupaten/kota
(iv) memperkuat koordinasi perencanaan dan penganggaran MDGs di provinsi dan
kabupaten/kota
(v) memperkuat pelaksanaan pemantauan dan evaluasi MDGs di provinsi dan
kabupaten/kota
(vi) memperkuat dan memperluas informasi terkait MDGs melalui komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) kepada para pemangku kepentingan utama di
daerah.
doc_964569435.docx